Friday, August 2, 2013

"Ibu ( Penyesalan )"

Rate postingan ini :
{[['', '']]}
{["Useless", "Boring", "Need more details", "Perfect"]}

"Le, tolong ibu di bawa ke dokter ya," pinta ibuku yang terbaring lemah di tempat tidur sempit dan tampak reyot. "Badan ibu, terasa sakit, perut ibu rasanya mual-mual terus." "Ya bu, nanti tole bawa ibu ke dokter, tapi tunggu tole gajian dulu ya bu, sekarang tole belum punya uang," jawabku walaupun dengan berat aku mengatakannya. Sebenarnya, Aku tidak ingin ibu mengetahui kondisi keuanganku. Terlalu banyak beban hutang yang aku pikul, semenjak ibu sakit. Aku tidak ingin ibu ikut susah memikirkan hal itu. "Sekarang tole pijit badan ibu saja ya." Ternyata ibu bisa mengerti. Baru sebentar aku pijit, beliau sudah tertidur. "Syukur, ibu sudah tidur dengan tenang." batinku.
Lama aku memandangi wajah tua ibu yang terlihat agak pucat. Hatiku perih, aku merasa tidak berguna ketika aku tidak bisa memberikan pengobatan yang layak buat ibu.


Hari-hari kemudian berlalu seperti biasa. Aku bersyukur ibu tidak mengeluhkan badannya lagi. Memang sudah lama ibu menderita penyakit diabetes dan stroke. Kurang lebih sekitar delapan tahun. Dan sudah berkali-kali pula, ibu keluar masuk Rumah Sakit. Tapi Alhamdulillah, keadaan ibu masih baik.

Pagi ini aku berniat memandikan ibu. Memang sudah menjadi kebiasaanku setiap pagi selalu memandikan beliau. Tapi entah kenapa ibu terlihat malas pagi ini. "Ayo bu mandi dulu, biar badan ibu segar," bujukku. Aku sedikit khawatir melihat ibu waktu berjalan ke kamar mandi dengan bantuan alat berbentuk U yang biasa di pakai untuk orang yang sudah tidak kuat berjalan. Jalan beliau terlihat lebih berat dan lambat dari biasanya. Kakinya terseret tidak terangkat waktu melangkah. Baru tiga kali aku mengguyurkan, "Ya Allah..!" Ibu muntah, ada banyak gumpalan darah berwarna kehitaman yang keluar dari mulutnya. Aku lemas, perasaanku kacau, bingung, khawatir. Tapi dengan sekuat tenaga, aku gendong ibu ke tempat tidur dan meminta tolong tetangga untuk membantu membawa ke Rumah Sakit.

Dua jam di rawat di ruang ICU, ibu sudah tidak sadarkan diri. Kata dokter yang menangani ibu, terjadi kerusakan hati dan darah yang keluar, mengendap di lambung sehingga membuat gumpalan-gumpalan darah seperti yang keluar dari mulut ibu saat muntah. Karena kondisi ini hanya di tahan dan di biarkan saja sampai batas daya tahan tubuh, membuat ibu menjadi tidak sadar. Semakin kacau pikiranku mendengarnya, walaupun aku tidak begitu mengerti dengan apa yang di katakan dokter. "Ya Allah, kenapa bisa begini..? Aku sungguh menyesal, ternyata beberapa hari ini ibu tidak mengeluh, mungkin karena beliau tidak ingin membebani pikiranku lagi.

Aku duduk di sisi pembaringan ibu sambil mendoakan ibu yang masih dalam keadaan tidak sadar. Hanya terdengar suara tarikan nafas beliau yang agak berat. "Bu, tole minta maaf tidak segera membawa ibu ke dokter waktu ibu minta." Tidak ada reaksi apapun, tapi aku yakin ibu mendengarkanku. Aku pegang tangannya, berusaha mencari reaksi kesadaran ibu dari sentuhanku. Aku terus mencoba, walaupun aku sadar kecil harapanku. Sungguh, hati dan perasaanku lemas, hampa, hilang seperti hilangnya kesadaran ibu.

Ada bulir-bulir air mata merayapi wajah lelahku tanpa bisa aku tahan. Yah... Aku menangis. Hal yang sudah lama tak pernah kulakukan lagi. Mungkin kelelahan batin yang membuat pertahananku runtuh. Ada penyesalan dan keinginan di dalam tangisku. Keinginan untuk bisa melihat ibu sembuh.

"Ya Allah, sampai kapan ibu seperti ini, aku tidak tega melihatnya. Ya Allah, kalau memang Engkau ijinkan, sadarkan dan sembuhkan beliau. Tapi kalau memang sudah saatnya Engkau panggil ke hadapanMu, aku sudah ikhlas menerimanya. Terimalah beliau di sisiMu ya Allah, berikan tempat yang terbaik baginya, Amin.

Story by : Adi (MixedRoom)
Kisah ini saya khususkan buat ibuku yang selalu menjagaku waktu aku kecil. Ibu yang berkorban jiwa dan raga untuk aku dan saudara-saudaraku, ibu yang rela membanting tulang untuk biaya hidup dan sekolahku. Ibu yang selalu aku sayangi dan akan selalu ada di hatiku sampai kapanpun. Terima kasih ibu, semoga engkau tenang di sisi-Nya.

(Semoga tulisan ini sudah pantas untuk di baca, walaupun masih banyak kekurangan dalam penggunaan kata-kata. Terima kasih..)

3 comments: